Sudah setahun lewat sejak peristiwa bom Sarinah di awal tahun 2016. Sudah setahun pula sejak para pengguna media sosial di Indonesia mengelu-elukan seorang pedagang sate kaki lima bernama Pak Jamal karena beliau tetap berjualan sate walaupun ledakan bom dan tembakan senjata api berlangsung tak lebih dari satu-dua blok jauhnya. Memang keberanian Pak Jamal tak perlu diragukan lagi. Tapi saya rasa kita juga perlu melihat sisi lain dari kejadian ini — satu sisi yang hanya disebut sepintas lalu dalam reportase media: Pak Jamal dan istrinya Heni berkata bahwa mereka takut meninggalkan gerobak dagangan mereka karena khawatir gerobak itu akan dicuri.
Coba pikirkan lagi. Mana sih yang lebih penting: nyawa atau gerobak dagangan? Orang waras pasti tak akan ragu-ragu meninggalkan dagangan untuk menyelamatkan diri — kecuali jika penghidupan dan mata pencahariannya memang bergantung sepenuhnya pada barang dagangan tersebut. Jika satu-satunya harapan untuk mencari penghasilan yang halal tertumpu pada gerobak sate dan seisinya.
Pikirkanlah juga tentang kemiskinan yang meluas di Jakarta. Toh itulah alasan mengapa Pak Jamal dan Bu Heni sampai khawatir bahwa orang lain mungkin begitu miskin dan begitu nekatnya sampai ingin mencuri gerobak dan dagangan sate yang tidak diawasi oleh pemiliknya.
Pada akhirnya sih saya hanya ingin mengingatkan teman-teman sekelas dan segolongan, teman-teman sesama kelas menengah ngehe (termasuk diri saya sendiri). Kita sudah mengambil keuntungan, lho, dari keberanian Pak Jamal dan Bu Heni. Paling tidak kita sudah memajang foto mereka dan membuat meme untuk menggembar-gemborkan keberanian kita sendiri melawan terorisme, padahal nyatanya sebagian besar dari kita tidak berada di TKP sewaktu kejadian bom Sarinah, apalagi ikut menanggung bahaya. Mungkin sudah saatnya kita mulai berpikir tentang bagaimana kita bisa mengubah keadaan supaya Pak Jamal dan Bu Heni — beserta mayoritas rakyat Indonesia yang notabene masih relatif miskin — tak perlu ragu lagi meninggalkan dagangan mereka seandainya ada kejadian serupa di masa depan, karena mereka tak perlu lagi takut kehilangan penghidupan.