Cerita Iseng #23

(Ditulis pada pertemuan Reading Lights Writers’ Circle tanggal 19 Mei 2012 dengan tema “kejadian yang mustahil”)

“Hei! Aku sudah bersusah-payah mendapatkan itu, tahu!” hardikku sambil menunjuk ke gelas berisi bulan. Dari sudut pandang ini rembulan di gelas itu tampak sebesar setengah derajat lebih, tak berbeda jauh dari saat benda itu masih menggantung di langit malam.

Bukannya berterima kasih, Anin malah panik. “Tapi–tapi–yang benar saja!” jawabnya, masih berjalan mondar-mandir mengelilingi kamar. “Bumi akan lepas dari porosnya! Pasang laut akan kacau semua! Aduuuh!”

“Lalu apa masalahnya? Kauminta rembulan, jadi kubawakan untukmu!”

“Tidak, Jon! Kau sudah mengacaukan segalanya!” Anin menengok ke luar jendela. Wajar saja tak ada bulan purnama di sana, karena telah kucuri kemarin malam. “Kau gila!” ujarnya lagi. “Sebentar lagi kita semua akan mati!”

Anin dan pendidikan universitasnya memang kadang-kadang cukup mengesalkan. Seperti sekarang ini. Aku berkacak pinggang dan menjawab, “Apa peduliku? Mengapa kau tak mau bahagia, Nin? Semua keinginanmu sudah kupenuhi. Apa lagi, Nin? Apa lagi?”

“Kembalikan! Cepat kembalikan benda terkutuk itu!”

Yang membuatku kesal bukanlah permintaan itu, melainkan mimik wajah Anin yang seolah berkata aku tak mungkin bisa melakukannya.